Post Date:
Bali – Delegasi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB), tim Maharaja Brawijaya berhasil meraih juara tiga dalam ajang Kompetisi Debat Konstitusi Civic Law Scientific Fair 2025, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Kegiatan diselenggarakan secara luring pada Rabu, (28/05/2025) di Gedung Auditorium Undiksha, Bali.
Delegasi UB terdiri dari tiga orang, yakni Zeke Ubas Wibawa (2023), Muhammad Abrori (2023), dan Berliana Cahyani (2023). Ketiganya tergabung dalam Komunitas Debat Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (KDFH UB).
Perlombaan dibagi menjadi dua tahap, dimulai dengan pengumpulan video presentasi esai yang diunggah ke platform YouTube sebagai penilaian awal. Selanjutnya, empat tim dengan nilai tertinggi menjadi finalis yang bertanding secara luring.
Perwakilan delegasi Abrori menyampaikan bahwa tema perlombaan adalah ”Mengawal Konstitusi Melalui Penegakan Hukum yang Bermartabat”. Dalam hal ini mosi yang diperdebatkan bersifat ius constituendum (hukum yang dicita-citakan), yang bertujuan untuk menggali solusi dalam mengakomodasi perkembangan zaman di era society 5.0.
Salah satu mosi yang dipertandingkan oleh Delegasi UB adalah “Dewan Ini Percaya Konstitusi Indonesia Harus Diamandemen untuk Membatasi Masa Jabatan Anggota Legislatif”. Disampaikan Abrori bahwa timnya bertindak sebagai tim kontra. Argumentasi yang dibawakan timnya adalah karena adanya perbedaan kerja legislatif dan eksekutif, sehingga tidak perlu membatasi masa jabatan legislatif.
“Tim lawan berpendapat bahwa dengan tidak terbatasnya masa jabatan akan membuat korupsi semakin subur. Namun, tim kami berhasil membuktikan bahwa tidak ada keterkaitan akan hal itu, karena akarnya pada rendahnya integritas, maka solusinya adalah penegakan hukum,” ujar Abrori.
Anggota delegasi Zeke menjelaskan bahwa timnya hanya punya waktu selama 14 hari untuk melakukan riset delapan mosi yang telah ditentukan. Ia juga menambahkan bahwa saat perlombaan berlangsung, peserta tidak diperkenankan membawa catatan, dengan waktu case building yang hanya diberikan selama 10 menit. Hal itu menjadi tantangan tersendiri, namun justru mendorong tim untuk mengasah kecepatan berpikir, kekompakan, dan pemahaman materi secara lebih mendalam.
Menariknya, perlombaan ini menjadi pengalaman kedua bagi tim setelah belum berhasil meraih kemenangan di perlombaan sebelumnya. Alih-alih menyerah, tim Maharaja Brawijaya justru terus mencari peluang dan akhirnya menemukan ajang ini sebagai langkah baru.
“Tidak apa-apa kalau gagal, yang penting harus terus mencoba. Karena kita tidak pernah tahu, mungkin saja keberhasilan datang di percobaan berikutnya,” pesan Berliana. [FIM/RMA/ HUMAS FH]