Post Date:

[:id]Malang – Prof. Dr. Tunggul Anshari Setia Negara, SH., MHum., merupakan satu dari tiga Guru Besar yang dikukuhkan Universitas Brawijaya (UB) Malang, di Gedung Samantha Krida UB, pada Rabu (17/1/24).

Prof. Dr. Tunggul Anshari Setia Negara, SH., MHum., merupakan profesor bidang Ilmu Hukum Tata Negara yang ke 10 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) dan profesor aktif ke 208 di UB serta menjadi profesor ke 369 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.

Dalam orasinya, Prof. Tunggul memaparkan penelitiannya yaitu “Model Prosedural Yang Demokratis Sebagai Alat Ukur Pada Pengujian Formal Di Mahkamah Konstitusi”, yang menerangkan bahwa selama ini pengujian formal terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK), cenderung hanya mengamati prosedur pembentukan, mulai dari persiapan hingga pengundangan.

“Pengujian formal di Indonesia perlu diperbarui melalui suatu model yang lebih berfokus pada pengujian yang menelaah prosedur yang demokrasi (democratic-dimension), meliputi partisipsi, representasi dan responsivitas serta penggunaan metode Regulatory Impact Assessment (RIA) dalam setiap tahapan,” ungkapnya.

Sementara menurutnya, pengujian formal lebih ditekankan pada pengujian terhadap proses pembentukan suatu Undang-Undang, apakah sudah sesuai dengan prosedur pembentukan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selain itu, konstruksi prosedural tersebut perlu adanya pengembangan, terkhusus, bahwa dalam melaksanakan judicial review, perlu ada perluasan pertimbangan dan parameter dalam pengujian formal Mahkamah Konstitusi.

“Itu dilakukan untuk menekankan terhadap analisis dampak undang-undang, sebagai bentuk tinjauan kelayakan dan memperhatikan prinsip manfaat dan maslahat,” lanjutnya.

Lebih lanjut Prof. Tunggul menjelaskan, Judicial Review akan memberikan dan mempromosikan nilai-nilai baru, sebagai instrumen kelayakan muatan materi undang-undang, hasil dari sejumlah keputusan dari diskusi akademis yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Untuk mengembangkan gagasan tentang model prosedural-demokratis, perlu diteliti tentang dimensi-dimensi dari model procedural-demokratis yang meliputi partisipasi, representasi dan responsivitas serta penggunaan metode RIA dalam setiap tahapan,” imbuhnya.

“Model ini bisa sebagai alat ukur pada pengujian formal MK, terhadap penyusunan Undang-Undang, yang diharapkan mampu menjangkau indikator-indikator tertentu yang belum mampu ditampilkan sebelumnya,” tutupnya. (Rma/Humas FH UB)[:]